Musyawarah Cabang (Musycab) IMM Kota Makassar bukan sekadar forum seremonial untuk memilih pemimpin baru. Bagi saya, Musycab adalah ruang berhenti sejenak, ruang refleksi atas perjalanan panjang gerakan, sekaligus ruang proyeksi untuk menentukan arah langkah ke depan. Ia adalah momentum di mana setiap kader diajak menengok kembali: sejauh mana IMM benar-benar hadir sebagai gerakan intelektual, religius, dan humanitas di tengah dinamika kota Makassar?
Saya melihat Musycab sebagai panggung evaluasi. Laporan pertanggungjawaban yang dibacakan bukan hanya soal kegiatan yang telah dilakukan, tetapi juga soal sejauh mana gerakan ini menyentuh nurani kader dan masyarakat. Apakah IMM Kota Makassar sudah benar-benar menjadi kawah candradimuka kaderisasi? Apakah IMM telah menjadi ruang yang memerdekakan pikiran mahasiswa dari belenggu pragmatisme? Atau jangan-jangan kita masih berkutat pada rutinitas tanpa arah yang jelas? Pertanyaan-pertanyaan itu harus jujur kita ajukan, karena Musycab bukan ruang basa-basi, melainkan ruang keberanian untuk menilai diri sendiri.
Refleksi juga berarti berani mengakui kelemahan. Tidak bisa kita tutupi bahwa IMM, di banyak titik, masih dihadapkan pada problem klasik: kurangnya konsistensi kader, melemahnya tradisi intelektual, hingga gesekan internal yang kadang menguras energi. Tetapi justru dari pengakuan itulah lahir kekuatan. Musycab seharusnya tidak berhenti pada kritik, melainkan harus melahirkan tekad kolektif untuk berubah.
Di sisi lain, Musycab adalah ruang proyeksi. IMM Kota Makassar adalah salah satu cabang besar dengan basis kader yang luas, sehingga proyeksi ke depan harus berani lebih visioner. IMM harus tampil sebagai gerakan moral sekaligus intelektual yang relevan dengan zaman. Kita hidup di era digital, di mana isu-isu publik mengalir deras setiap detik. IMM harus hadir di sana, tidak hanya sebagai penonton, tetapi sebagai penentu arah wacana. Kader IMM harus berani mengisi ruang publik dengan gagasan kritis, narasi berkemajuan, dan sikap keberpihakan pada rakyat kecil.
Saya percaya, IMM Kota Makassar ke depan harus memperkuat dua hal: kaderisasi dan kolaborasi. Kaderisasi adalah jantung IMM; tanpa itu, IMM hanya akan jadi nama tanpa isi. Kolaborasi adalah nafas IMM; tanpa itu, IMM hanya akan berjalan sendiri dan mudah lelah. Dengan memperkuat kaderisasi dan membangun kolaborasi, IMM akan tumbuh menjadi gerakan yang tidak hanya kuat di internal, tetapi juga berpengaruh di eksternal.
Musycab juga mengingatkan kita bahwa kepemimpinan IMM adalah amanah, bukan sekadar jabatan. Pemimpin IMM harus lahir dari semangat melayani, bukan dari ambisi pribadi. Pemimpin IMM adalah pengikat keberagaman, bukan pemecah belah. Pemimpin IMM adalah penyalur energi kolektif, bukan penguras energi kader. Maka pemilihan formatur dalam Musycab bukan hanya soal siapa yang duduk di kursi ketua, tetapi soal siapa yang sanggup menanggung harapan bersama.
Pada akhirnya, Musycab IMM Kota Makassar adalah cermin. Ia mencerminkan apa yang sudah kita lakukan, sekaligus memantulkan apa yang harus kita lakukan. Dari Musycab, kita belajar bahwa gerakan tidak boleh jalan di tempat. IMM harus terus bertransformasi, tanpa kehilangan akar nilai. IMM harus terus melangkah, tanpa kehilangan arah tujuan.
Saya percaya, Musycab ini akan melahirkan bukan hanya kepemimpinan baru, tetapi juga energi baru. Energi untuk menjaga IMM tetap relevan, tetap kokoh, dan tetap menjadi rumah kader yang melahirkan pemimpin masa depan. Karena bagi saya, IMM bukan sekadar organisasi mahasiswa. IMM adalah sekolah kehidupan, tempat kita belajar tentang makna religiusitas, intelektualitas, dan humanitas. Dari Musycab inilah kita melangkah lagi, dengan semangat baru untuk menyalakan obor gerakan berkemajuan.
Musyawarah Cabang IMM Kota Makassar bukanlah akhir, melainkan awal. Awal dari perjalanan baru, awal dari komitmen baru, dan awal dari harapan yang lebih besar. Mari kita jadikan Musycab sebagai momentum refleksi dan proyeksi, agar IMM tetap tegak sebagai gerakan yang setia pada nilai, teguh pada gagasan, dan kokoh pada perjuangan.