IMM DAN KEPEMIMPINAN BERKEMAJUAN : DARI IDEOLOGI KE AKSI NYATA

 

       

Nurul Aisyah
(Calon Formatur Musycab-34 PC IMM Kota Makassar)

 

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) adalah organisasi kader yang memiliki cita-cita besar : melahirkan generasi intelektual muslim yang religius, cerdas, dan peduli pada kemunisaan. Sejak berdiri, IMM telah memposisikan diri sebagai gerakan mahasiswa yang berlandaskan nilai islam berkemajuan. Nilai inilah yang menjadi ruh, sekaligus arah dalam setiap langkah kepemimpinan dan gerakan IMM di berbagai level. 

Islam berkemajuan yang menjadi pijakan IMM menuntut adanya kepemimpinan yang terbuka, progresif, dan solutif.  Pemimpin IMM tidak boleh terjebak pada retorika, melainkan harus mampu menghadirkan gerakan nyata. Artinya, kepemimpinan harus bisa menjembatani antara gagasan dan aksi, antara nilai yang diyakini dengan kenyataan sosial yang dihadapi. Di sinilah letak pentingnya transformasi gerakan : IMM tidak boleh sekedar mengulang pola lama, tetapi perlu berinovasi agar tetap relevan di tengan perubahan zaman.

Gerakan nyata IMM diwujudkan melalui berbagai bentuk: penguatan intelektualitas kader lewat forum ilmiah, pengabdian sosial di tengah mayarakat, advokasi mahasiswa, hingga keterlibatan dalam isu-isu kebangsaan. Semua itu menjadi cermin bahwa IMM tidak berhenti sebagai organisasi mahasiswa, tetapi hadir sebagai kekuatan moral dan intelektual yang membawa manfaat. 

Lebih dari itu, kepemimpinan IMM juga harus mampu merawat kolaborasi. IMM tidak bisa berjalan sendiri, melainkan harus membangun kerja sama dengan berbagai elemen masyarakat, organisasi, maupun lembaga. Kolaborasi ini adalah wujud nyata dari nilai humanitas yang diusung IMM bahwa setiap gerakan harus berorientasi pada kemaslahatan bersama.

Pada akhirnya, IMM yang berkemajuan adalah IMM yang memadukan anatar ideologi dan aksi. Ideologi menjaga arah agar gerakan tidak kehilangan jati diri, sementara aksi adalah bukti bahwa IMM benar-benar hadir di tengah masyarakat.

Kepemimpinan berkemajuan yang menjadi ciri khas IMM sesungguhnya berakar pada konsep kepemimpinan profetik (kenabian). Ini berarti, seorang kader dan pemimpin IMM harus meneladani sifat-sifat Rasulullah: siddiq (benar dalam perkataan dan perbuatan), amanah (dapat di percaya dan bertanggung jawab), tabligh (menyampaikan kebenaran/dakwah) dan fathanah (cerdas dan bijaksana). Kepemimpinan profetik ini menuntut integrits moral dan kecakapan intelektual yang tinggi.

Kader IMM dituntun bukan hanya menjadi ‘abid (ahli ibadah) yang khusuk, tetapi juga akademisi islam yang unggul di bidang keilmuannya. Ilmu pengetahuan, dalam pandangan IMM, bukanlah sekedar alat mencari pekerjaan, melainkan alat untuk beramal dan berdakwah. Sesuai dengan salah satu penegasan IMM “Ilmu adalah amaliah dan amal adalah ilmiah” artinya ilmu harus diamalkan untuk memecahkan masalah umat, dan amal yang dilakukan harus didasarkan pada kajian ilmiah yang mendalam dan rasional.

Dalam konteks kepemimpinan, irgensi keilmuan ini termanifestasi dalam kemampuan analisis sosial yang tajam. Pemimpin IMM harus mampu membaca dan memahami kompleksitas masalah sosial, ekonomi, politik dan budaya di masyarakat bukan hanya di tingkat lokal tetapi juga global. Tanpa analisi yang kuat, aksi nyata yang dilakukan hanya akan bersifat tambal sulam, bukan tranformasi struktural yang berkelanjutan. Oleh karena itu, IMM wajib menjadi garda terdepam dalam diskursus keilmuan di kampus-kampus, menghasilkan ide-ide pembaharuan yang relevan.

Perjalanan IMM dalam meniti kepemimpinan berkemajuan tidak luput dari tantangan kontemporer. Di era disrupsi informasi dan kecepatan teknologi, kader IMM dihadapkan pada derasnya arus informasi yang sering kali mengancam kualitas berfikir kritis dan integritas moral. Tantangan ini menuntut IMM untuk memperkuat tradisi literasi, riset dan dialog terbuka. Kepemimpinan IMM harus berani mendorong kadernya untuk menjadi produsen pengetahuan, bukan hanya konsumen. Selain itu, tantangan humanitas kian mendesak. Masalah kemiskinan, ketidakadilan, degradasi lingkungan, dan intoleransi masi menjadi pekerjaan rumah besar bangsa. Aksi nyata IMM harus secara tegas berpihak pada kaum mustadh’afi (lemah/tertindas). Program-program sosial yang berorientasi pemberdayaan masyarakat. Ini adalah bentuk nyata dari nilai tauhid sosial dalam praksis gerakan. 

Dalam internal organisasi, kepemimpinan IMM harus memastikan regenerasi kader berjalan dengan baik. Kaderirasi bukan sekedar proses indoktrinasi, tetapi pembentukan karakter  pemimpinan yang matang secara spritual, intelektual, dan sosial. Pemimpinan masa depan IMM adalah mereka yang mampu menyeimbangkan antara idealisme pergerakan dengan realitas pragmatis lapangan.

Kesimpulannya, perjalan IMM dan kepemimpinan berkemajuan adalah perjalanan tanpa henti dari ideologi yang terpatri kuat dalam diri kader menuju aksi nyata yang berdampak. Ideologi keislaman dan keilmuan adalah kompas, sementara aksi nyata adalah layar yang menggerakkan bahtera IMM di tengah samudra tantangan zaman . 

Tugas berat bagi setiap pemimpin dan kader IMM adalah menjaga konsistensi anatar apa yang diyakini (ideolgi) dengan apa yang di lakukan (aksi nyata). Hanya dengan konsistensi inilah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah akan benar-benar menjadi pelopor, pelangsung, dan penyempurna amal usaha muhammadiyah, sekaligus menjadi agen perubahan yang signifikan bagi bangsa dan peradaban. "Dengan demikian, IMM tidak hanya melahirkan pemimpin, tetapi juga mentrasformasi kepemimpinan itu sendiri menjadi kekuatan yang membebaskan dan mencerahkan".

 

 

 

 

 

 

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama