Oleh : Muhammad Hisyam
(Ketua Bidang Kaderisasi PC IMM Kota Makassar)
Muqaddimah
Dalam perspektif eksistensialisme spiritual, keberadaan ruh bukan sekadar dimensi biologis atau psikologis, melainkan sumber makna yang menuntun kader pada keautentikan dan pembebasan diri. Ontologi ruh menempatkan kader sebagai makhluk yang memiliki dimensi batin aktif, yang terus-menerus mencari jati diri dan makna dalam perjalanan perkaderan. Oleh sebab itu, ontologi ruh menempatkan kader sebagai makhluk yang memiliki dimensi batin yang aktif dan dinamis, terus mencari jati diri dan makna yang mendalam dalam setiap langkah perjalanan perkaderan.
Kata Mereka ?
Ruh Spritual ada pada perasaan khidmat, kerelaan penuh dalam upaya revitalisasi iman. Ada juga yang mengatakan terletak pada kesakralan tampilan, shalat lail, dan qiraah al-Quran. Ada lagi yang mengatakan bahwa terletak pada totalitas pada keilmuan, kehambaan, uswah, dan komitmen jihad. Masih ada yang lain bahwa letaknya adalah segala proses perkaderan baik yang mahdah maupun ghairu mahdhah. Ada yang unik, bahwa ruh spritual dalam perkaderan ada pada 2 aspek; proses dan instrukturnya. Sederhananya bisa dikatakan bahwa tidak ada satupun yang keliru.
Hakikat yang Benar?
Dalam al- Quran, Ruh ini memiliki banyak makna. Bisa artinya kehidupan (Al Isra :85), petunjuk Ilahi (Al-Nahl 102), Rahmat Tuhan (Yusuf: 87), Pertolongan dan kemenangan (Al Mujadilah:22), Ketenangan Lahir Batin (Al-Waqiah : 89), Wahyu atau al Quran (Al- Syura: 52), dan masih banyak lagi.
Ruh adalah kekuatan ilahi yang menghidupkan jiwa dan memberi manusia kemampuan untuk merasakan, berpikir, dan berbuat. Perjalanan spiritual adalah usaha untuk menyelaraskan diri dengan ruh yang diberikan oleh Allah, menerima wahyu dan petunjuk-Nya, mencari rahmat dan kedamaian, serta menguatkan diri dengan pertolongan ilahi dalam menghadapi dunia ini.
Para Filsuf sebagaimana dalam buku "Psikologi Agama dan Spiritualitas" mengatakan bahwa spritual itu 4 hal; (1) Energi atau kekuatan pada kosmos (2) kesadaran dengan kemampuan, keinginan, dan intelegensi, (3)Makhluk Immaterial, makanya dia tidak bisa diukur secara positivisme, (4) Wujud ideal dari akal pikir (intelektual, moralitas, kesucian, dan transendensi).
Bagaimana Terapannya?
Jalur yang ditempuh untuk mempertahankan atau memperluas domain spiritual ada dua; spiritualitas otonom, yang artinya yang berasal dari refleksi sendiri akan kebesaran Tuhan dan segala yang ia ciptakan. Kedua *Spiritualitas interaktif* yakni yang didapatkan dari proses interaksi dengan lingkungan sekitar.
Marshall dan Zohar dalam sebuah tulisan mengatakan bahwa jalan pengembangannya ada 6 yaitu Jalan tugas, jalan pengasuhan, jalan pengetahuan, jalan perubahan pribadi, jalan persaudaraan, dan jalan kepemimpinan yang penuh abdi dan kesetiaan.
Dalam konteks perkaderan, bisa disederhanakan dengan 2 cara agar ruh spritual tetap ada atau minimal stabil. Yaitu *pertama*, proses ke atas yang merupakan tumbuhnya kekuatan internal yang mengubah hubungan seseorang dengan Tuhan. Hal ini seperti pada baca Quran, salat lail, nawafil, dzikir dan atau bagaimana hati senantiasa tersambung dengan Tuhan. *Kedua* proses ke bawah yang ditandai dengan peningkatan realitas fisik seseorang akibat perubahan internal. Contoh sederhana pada Terbangunnya komunikasi tim, kinerja yang maksimal, kerja sama yang terbangun dan kelapangan untuk menjalankan Tugas-tugas dan sebagainya.
3 Paradigma Penting :
Kurang lebih telah diketahui makna ruh ataupun spiritual itu bahwa semuanya tentang keseimbangan antara eksistensi dan subtansi dari input dan kegiatannya. Untuk melengkapi hal tersebut, perlu memahami beberapa paradigma yang sedikit banyak masih kurang dipahami dengan baik.
Pertama, _"Al-murabbi laysa syāghila al-makān, bal huwa rūḥu al-ḥarakah wa bawṣilat al-masār."_ bahwa Instruktur bukan sekadar pengisi ruang, tetapi ruh gerakan dan penunjuk arah. Ketika ada kropos dalam perkaderan maka yang perli dipertanyakan adalah instrukturnya; ruhnya. Ketika ruh perkaderan dan ruh instruktur tidak dijaga dengan baik maka akan perkaderan secara tidak langsung akan menjadi tumbalnya. Tapi, hal ini sifatnya dinamis, bisa diusahakan selama pra, proses, ataupun pasca kegiatan.
Kedua, _"Lā yusytaraṭu aṭ-ṭuhru lit-taklīf, bal aṣ-ṣidqu fī an-niyyah wa al-ʿazmu ʿala as-sulūk."_
Bahwa Kesucian bukan syarat tugas, tapi kejujuran niat dan tekad untuk menempuh jalan. Turun untuk bertugas adalah seni mencari jati diri, energi positif, perbaikan diri, serta potensi keinstrukturan. Maka kegersangan hidup seorang instruktur semestinya bisa dijawab dalam segala proses perkaderan. Kata kuncinya adalah lapang turun bertugas baik berat ataupun lapang, tidak ada instruktur yang sempurna, tapi yang setia mencari perubahan, perlunya manajemen instruktur dalam tugas-tugas pengkhidmatan.
Ketiga, _"Najāḥu at-takwīn ṯamaratu ʿaqlin jamāʿiyyin wa ḍamīrin musytarak."_
Bahwa keberhasilan kaderisasi adalah buah dari akal kolektif dan nurani bersama. Ketika ada problem pada satu instruktur maka semestinya dilengkapi atau ditutupi oleh yang lainnya. Karena instruktur itu supertim bukan superhero. Perkaderan ada untuk keberkahan bersama bukan untuk segelintir orang saja.
Tanya-Jawab :
1. Bagaimana merespon sistem pemarkiran instruktur?
Jawaban : Semestinya perkaderan dijadikan sebagai ajang untuk mereka dibina dan melakukan proses hijrah. Karena itukah esensi perkaderan dilihat dari aspek personal. Akan tetapi, fenomena pelanggaran moral dalam perkaderan terkadang datang membuat stigma baru. Maka sebagai bentuk kehati-hatian, kesadaran diri perlu selalu hidup agar bisa mendapatkan jalan keluar yang segera pula. Ini perlu manejemen yang terarah.
2. Bagaimana Menjadi instruktur?
Jawab : Instruktur bukan sebuah operasional untuk mencari kesempurnaan. Justru sebaliknya, instruktur yang baik sadar akan kekurangannya yang dengan itu pula dia semangat mencari wadah kaderisasi untuk dia berhijrah. Instruktur itu adalah keseimbangan ruh antara yang ke atas (transenden) dan ke (humanisasi dan liberasi). Tidak ada yang berhak membatasi proses pengembangan seorang instruktur kecuali Tuhan dan dirinya sendiri. Membentuk instruktur itu dengan 3 jalur; keteladanan - diskusi dan pelembagaan gerakan.
Penutup
Jangan anggap bahwa risalah ini cukup. Tapi anggap saja sebagai sebuah angin refleksi untuk diri anda sendiri (bukan alat justifikasi). Selagi ada keinginan perubahan, Allah akan ada menolong serta membimbing. Maka untuk semua, jangan biarkan orang baik jalan sendiri, dan jangan biarkan pula orang yang terjatuh bangkit sendiri.
IMM Jaya, Jaya, dan Jaya.