IMM kembali merayakan kelahirannya yang ke-61 tahun bersamaan dengan harapan, cita dan wacana gerakan yang progressif. Dengan usungan tema besar "Merawat IMM, Memajukan Indonesia" diharapkan semua kader ikatan mengideologisasi cita tersebut dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Bukan hanya keindahan jargon apalagi jika masa-masa berharga dalam perjuangan ikatan hanya gemuk dengan lemak egosentris provinsialisme dan terawat awet secara turun-temurun.
Memulai Refleksi Milad kali ini, Buya Haedar Nashir pernah menasihatkan di salah satu pidatonya bahwa "Jika terjadi stagnasi pada Muhammadiyah di masa depan, maka yang paling bertanggungjawab adalah IMM". Kalimatnya sedikit sederhana, tapi mengandung makna yang begitu dalam. Kalimat ini menegaskan bahwa IMM bukan sekadar organisasi mahasiswa biasa, melainkan entitas strategis dalam menjaga keberlanjutan, dinamika, dan relevansi Muhammadiyah di masa depan.
Dengan demikian, ketika Muhammadiyah dihadapkan pada tantangan besar di masa depan, IMM tidak boleh menjadi bagian dari masalah, melainkan harus menjadi bagian dari solusi. Jika IMM gagal menjalankan perannya, jika IMM kehilangan semangat Intelektualnya, jika IMM tidak lagi menjadi tempat lahirnya pemimpin-pemimpin visioner, maka stagnasi Muhammadiyah hanyalah soal waktu. Oleh karena itu, tanggung jawab IMM bukan hanya dalam menjaga eksistensinya sendiri, tetapi juga dalam memastikan bahwa Muhammadiyah tetap relevan, dinamis, dan terus bergerak menuju Islam yang berkemajuan.
Sebagai Muqaddimah tafsir tema milad, ada ide yang out of the box Ahmad Soleh penulis buku "IMM Autentik" bahwa "Kita di IMM hari ini telah memiliki banyak butir-butir ideologi gerakan, kita tidak butuh tambahan. Yang perlu digalakkan oleh kader-kader adalah fresh ijtihad dan tafsir terhadap butir-butir yang telah ada sejauh ini".
Menjemput semua yang tersebutkan sebelumnya, tidak salah jika membawa teori Peter L Berger dalam penguatan ideologi dan organisasi. Hal tersebut meliputi proses eksternalisasi (menyuarakan ide), objektifasi (melembagakan gagasan) dan Internalisasi (menghidupkan kesadaran) pada kader dan kaderisasi. Jika dibawah ke konteks ideologi Muhammadiyah, ketiga proses tersebut bisa dihimpun dengan spirit gerakan yang disebut dengan istilah 'kristalisasi ideologi".
Kristalisasi gerakan yang perlu digerakkan dan dibumikan oleh IMM saat ini dan seterusnya apalagi dengan semangat "Merawat IMM, Memajukan Indonesia" adalah yang Pertama, Menanamkan kesadaran kritis (conscientization) ala Paulo Freire agar kader IMM tidak hanya memahami realitas sosial, tetapi juga mampu menjadi aktor perubahan. Hal ini bisa dijewantahkan dengan massifikasi kajian berbasis realitas-sosial dan membangun tradisi aktivisme berbasis data (kritik yang konstruktif lagi solutif). Hal ini juga penting, karena dalam teori sosiologi, perubahan yang lebih maju itu dibawa dengan paradigma perlu ada keselarasan nafas antara pembicaraan dalam dan massif mengenai penderitaan-penderitaan yang bukan sekadar makna penderitaan tapi juga secara ilmiah dan pengejawantahan kerisauan itu dalam bentuk aksi aktif. Tidak perlu ada dikotomi terhadap keduanya.
Kedua, Membangun tradisi keilmuan yang berbasis Islam dan sains (integrasi-interkoneksi) agar IMM tidak hanya berbasis normatif, tetapi juga berbasis akademik yang kuat. Hal ini karena kompleksitas masalah di era post truth ataupun post modern tidak mampu dijawab dengan pendekatan kecamata kuda (monodisipliner). Pendekatan ini berat, butuh waktu untuk beradaptasi dengan memperbanyak referensi dan atau literasi.
Ketiga, Memanfaatkan modal sosial dan budaya untuk memperkuat pengaruh IMM dalam ruang publik dan kebijakan nasional. Hal ini bisa dijewantahkan dengan membangun jaringan strategis dengan akademisi, pemerintah dan aktivis. Selain itu juga dengan mengembangkan potensi kepemimpinan kader serta tetap memanfaatkan media sebagai alat advokasi dan edukasi.
Keempat, Mendorong ruang publik deliberatif dalam IMM agar organisasi ini menjadi wadah diskusi yang sehat, demokratis, dan rasional. Walaupun paradigma yang dipakai oleh Jurgen Habermas mengenai publik deliberatif adalah fokus ketika berhadapan dengan masalah, maka IMM tentunya bisa membawa paradigma tersebut ke segala aspek yang memerlukan dialektika dan atau penyelesaian itu sendiri.
Kelima, Menyelaraskan IMM dengan tantangan modernitas agar tidak terjebak dalam stagnasi organisasi, tetapi terus berkembang mengikuti kebutuhan zaman. Makanya Anthony Giddens menekankan bahwa masyarakat modern terus mengalami perubahan yang cepat, dan organisasi harus bisa beradaptasi tanpa kehilangan identitasnya. Sederhana, bergerak atau tergantikan.
Unggul dalam Intelektual, Anggun dalam Moral dan Kritis dalam Aksi